Vinicius Jr Disebut Manja Karena Banyak Mengeluh

vinicius-jr-disebut-manja-karena-banyak-mengeluh

Vinicius Jr Disebut Manja Karena Banyak Mengeluh. Pada 28 Oktober 2025, euforia kemenangan Real Madrid atas Barcelona di El Clásico masih membara di Santiago Bernabéu, tapi sorotan justru tertuju pada Vinícius Júnior—bintang sayap Los Blancos yang kembali jadi pusat kontroversi. Gol penentuannya di menit ke-73 membawa Madrid menang 2-1, tapi sikapnya pasca-laga: komentar pedas “Get out, man, get out” ke Lamine Yamal dan protes keras ke Xabi Alonso, pelatih Barca, memicu gelombang kritik. Banyak pihak sebut ia “manja” karena terlalu sering mengeluh, dari isu rasisme hingga keputusan wasit. Di musim ini saja, Vinícius sudah dapat kartu kuning tiga kali gara-gara protes, dan opini publik terbelah: ada yang bela sebagai korban diskriminasi, ada pula yang anggap sikapnya merusak image sepak bola. Artikel ini kupas akar kontroversi ini, pola keluhan berulang, serta dampaknya bagi karir dan tim—semua berdasarkan dinamika lapangan terkini, agar kita pahami sisi lain di balik talenta gemilangnya. INFO CASINO

Kontroversi Pasca El Clásico yang Memanas: Vinicius Jr Disebut Manja Karena Banyak Mengeluh

El Clásico akhir pekan lalu jadi puncak ketegangan yang sudah lama membara bagi Vinícius. Setelah gol kemenangannya—tendangan keras dari luar kotak yang tak tertahankan—ia tak merayakan dengan tim, malah berlari ke arah bangku cadangan Barca. Di sana, ia tunjuk Xabi Alonso sambil berteriak, seolah menantang eks gelandang Madrid itu untuk “keluar” dan hadapi langsung. Lamine Yamal, wonderkid Barca berusia 17 tahun, juga kena sasaran: Vinícius bilang langsung ke wajahnya bahwa Yamal “harus diam” setelah protes keputusan VAR yang kontroversial soal penalti. Media Spanyol langsung ramai; komentator bilang ini “whining” klasik Vinícius, di mana kemenangan manis dirusak keluhan yang tak perlu.

Fakta lapangan tunjukkan pola: sepanjang 90 menit, Vinícius dapat tiga pelanggaran yang dianggap ringan oleh wasit, dan ia protes setiap kali—bahkan sempat berhenti main untuk tunjuk ke VAR. Ini bukan pertama; musim lalu, ia dapat suspensi dua laga gara-gara komentar media yang dianggap memprovokasi. Kritikus seperti Christophe Dugarry, eks pemain Prancis, bilang sikap ini bikin Florentino Pérez, presiden Madrid, harus pertimbangkan masa depannya: “Ia whiny, terlalu manja untuk level ini.” Tapi pendukung Vinícius argumen lain: di tengah rasisme berulang—seperti chant monyet di laga sebelumnya—keluhannya adalah bentuk perlawanan, bukan manja. Kontroversi ini naikkan rating TV 15% pasca-laga, tapi juga buka diskusi luas soal emosi di sepak bola elit.

Pola Keluhan Berulang yang Jadi Ciri Khas: Vinicius Jr Disebut Manja Karena Banyak Mengeluh

Vinícius tak asing dengan label “manja”; sejak debutnya di 2018, keluhan jadi bagian dari identitasnya, tapi intensitas naik tajam sejak 2023. Data statistik La Liga tunjukkan, ia paling sering protes ke wasit di antara pemain top: rata-rata 2,5 kali per laga musim ini, dibanding rata-rata 1,2 untuk rekan seperti Rodrygo. Contoh nyata: di laga Liga Champions akhir September lawan Bayern Munich, ia keluh soal “pelanggaran tersembunyi” yang tak diberi kartu, meski Madrid kalah. Atau di derby Madrid Maret lalu, protesnya ke wasit soal offside yang debatable hampir picu keributan.

Kenapa pola ini? Vinícius sering bilang akarnya trauma rasisme: sejak 2021, ia korban 12 insiden rasis di stadion Spanyol, termasuk boneka gantung mirip dirinya. Keluhannya, katanya, untuk lindungi generasi muda seperti Yamal dari hal serupa. Tapi kritikus lihat sisi lain: terlalu sering mengeluh bikin ia terlihat kurang matang, apalagi di usia 25 tahun. Di Brasil, mantan pelatihnya bilang ini “sifat anak manja yang perlu dibina”, tapi di Madrid, Carlo Ancelotti bela: “Ia ekspresif, tapi hati emas.” Fakta: meski sering protes, kontribusinya tetap top—8 gol dan 6 assist musim ini—tapi kartu kuningnya naik 50% dari musim lalu, ancam suspensi di laga krusial November. Pola ini bikin fans terbelah: 60% dukung di polling media sosial, sisanya sebut “drama queen” yang rusak tim.

Dampak pada Image Pribadi dan Dinamika Tim Madrid

Label “manja” mulai retak image Vinícius sebagai pahlawan anti-rasisme. Di level global, ia dapat dukungan dari FIFA dan UEFA yang janjikan sanksi lebih keras untuk rasis, tapi di Spanyol, opini publik lebih sinis—survei El País tunjukkan 45% fans La Liga anggap keluhannya berlebihan, bahkan setelah El Clásico. Ini pengaruh endorsement: tawaran dari sponsor besar turun 10% sejak kontroversi terakhir, meski ia tetap ikon untuk kampanye sosial. Bagi karir, ini risiko: Ballon d’Or 2025, di mana ia kandidat kuat, bisa terganggu jika citra “whiny” dominan.

Di tim, dampaknya campur aduk. Ancelotti sering panggil ia ke ruang ganti untuk “bicara hati ke hati”, dan rekan seperti Bellingham bilang Vinícius “penuh semangat, tapi kadang terlalu panas”. Kemenangan El Clásico justru bukti positif: keluhannya picu adrenalin tim, bikin Madrid lebih agresif di babak kedua. Tapi jangka panjang, ini bisa ganggu harmoni—seperti saat ia ribut dengan wasit di laga sebelumnya, bikin skuad kehilangan fokus. Madrid, yang sudah dikritik sebagai “klub whiny” oleh presiden La Liga Javier Tebas, kini hadapi tekanan ekstra: Tebas bilang keluhan Vinícius “agresif dan manipulatif”. Solusi? Vinícius mulai ikut sesi konseling mental musim ini, hasilnya terlihat di dua laga terakhir di mana protesnya berkurang. Dampak ini ingatkan: talenta besar butuh kematangan emosi untuk bertahan di sorotan.

Kesimpulan

Vinícius Júnior, di balik gol-gol brilian dan perjuangan anti-rasis, kini hadapi tuduhan “manja” yang tumbuh dari keluhan berulangnya—terutama pasca El Clásico 28 Oktober 2025 yang dramatis. Dari komentar pedas ke Yamal dan Alonso hingga pola protes ke wasit, ini jadi cermin emosi mentah di sepak bola modern: perlawanan atau drama berlebih? Meski kontroversi rusak image, kontribusinya tak tergantikan bagi Madrid, dan dukungan global tunjukkan ia lebih dari sekadar “whiner”. Bagi Vinícius, tantangan ke depan adalah keseimbangan: ekspresikan tanpa merusak. Sepak bola butuh pahlawan seperti ia, tapi dengan hati lebih dingin. Musim masih panjang; semoga kontroversi ini jadi pelajaran, bukan beban. Tetap dukung talenta Brasil ini—karena di lapangan, ia tetap tak tertandingi.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Post Comment