Kekeliruan Ruben Amorim Membuat MU Kalah Melawan West Ham
Kekeliruan Ruben Amorim Membuat MU Kalah Melawan West Ham. Old Trafford yang biasanya bergemuruh dengan harapan kemenangan justru diselimuti kekecewaan pekat malam itu. Manchester United, di bawah komando Ruben Amorim, sempat mencuri satu gol lewat sundulan Diogo Dalot di menit ke-58, tapi akhirnya terpaksa berbagi poin 1-1 dengan West Ham yang sedang berjuang di dasar klasemen. Gol penyeimbang Soungoutou Magassa dari sepak pojok di menit ke-83 jadi pukulan telak, membuat United kehilangan kesempatan naik ke posisi lima besar. Amorim, yang terlihat gelisah di pinggir lapangan, tak bisa menutupi rasa frustrasinya. “Kami marah dan kecewa, itu saja,” katanya singkat usai laga. Kekalahan ini—atau lebih tepatnya, kegagalan meraih kemenangan—bukan sekadar hasil buruk, tapi sorotan tajam pada kekeliruan taktis Amorim yang membuat tim rentan di momen krusial. INFO SLOT
Seleksi Bek Muda yang Berujung Bencana: Kekeliruan Ruben Amorim Membuat MU Kalah Melawan West Ham
Amorim memulai laga dengan keputusan berani: menempatkan Ayden Heaven, bek berusia 19 tahun, di jantung pertahanan alih-alih Leny Yoro yang lebih berpengalaman. Alasan taktisnya sederhana—memberi istirahat pada Yoro setelah jadwal padat—tapi hasilnya malah jadi mimpi buruk. Heaven langsung mendapat kartu kuning di menit ketujuh setelah pelanggaran ceroboh pada Callum Wilson, dan sepanjang babak pertama, ia kesulitan mengimbangi kecepatan serta kecerdikan penyerang lawan. Dua kali dibalikkan arah, ia terlihat panik, membiarkan West Ham membangun serangan dari sayap dengan leluasa. Amorim mengakui risiko ini, tapi mengubahnya di babak kedua dengan memasukkan Yoro—langkah yang terlambat. “Itu keputusan taktis, tapi besok kita bahas lebih lanjut,” ujarnya. Seleksi ini tak hanya melemahkan lini belakang, tapi juga menunjukkan kurangnya kedalaman skuad yang Amorim sendiri sering tekankan sebagai prioritas.
Substitusi yang Gagal Mengamankan Keunggulan: Kekeliruan Ruben Amorim Membuat MU Kalah Melawan West Ham
Setelah gol Dalot, Amorim seharusnya mengunci permainan dengan pergantian defensif yang lebih kokoh. Tapi pilihan substitusinya justru membuka celah. Masuknya pemain tambahan di lini tengah terasa prediktabel, membuat tim terlalu bergantung pada transisi cepat tanpa variasi. Di menit-menit akhir, saat West Ham menekan, United kehilangan bola kedua dari tendangan panjang—kesalahan yang Amorim sebut sebagai “titik lemah perut lunak kami.” Substitusi seperti penggantian sayap dengan bek ekstra memang menambah soliditas, tapi malah membuat serangan mandul, hanya menghasilkan dua tembakan tepat sasaran dari sembilan usaha. Pengamat seperti Gary Neville langsung menyindir: tim gagal “membunuh lawan” saat unggul. Amorim, yang biasanya tenang, terlihat mondar-mandir frustrasi, tapi keputusan ini jadi bukti bahwa manajemen bench-nya masih perlu diasah agar tak jadi bumerang di laga-laga ketat seperti ini.
Kelemahan Bertahan Set-Piece yang Diabaikan
Salah satu kekeliruan terbesar Amorim adalah mengabaikan kerapuhan tim dalam menghadapi bola mati, terutama sepak pojok. Gol Magassa lahir dari situasi klasik: sundulan bebas setelah duel udara gagal dimenangkan di kotak penalti. Data musim ini menunjukkan United kebobolan 15 kali dari set-piece—rekor buruk yang Amorim janjikan akan diperbaiki sejak awal masa jabatannya. Tapi di laga ini, marking longgar dan positioning buruk membuat West Ham leluasa. “Kami tahu ini masalah, tapi gagal mengontrolnya,” keluh Amorim, merujuk pada latihan yang seharusnya intensif. Ini bukan kejadian pertama; ingat kekalahan dari Everton sebelumnya. Kekeliruan ini bukan hanya soal eksekusi pemain, tapi visi pelatih yang kurang tegas dalam menegakkan disiplin bola mati, membuat tim yang mendominasi possession 65 persen justru kalah dalam momen penentu.
Kurangnya Kontrol Setelah Unggul
Amorim sering bicara soal “mengendalikan permainan,” tapi setelah unggul, United malah kehilangan ritme. Transisi dari menyerang ke bertahan terasa kacau, dengan kehilangan bola kedua yang Amorim sebut sebagai “kesalahan material.” Matheus Cunha, yang kembali starter setelah absen, terlihat frustrasi karena minim suplai, sementara Joshua Zirkzee dan Bryan Mbeumo hanya brilian di momen gol Dalot. Amorim menyalahkan babak kedua: “Kami punya momen bagus, tapi kehilangan kontrol setelah gol.” Ini mencerminkan filosofi 3-4-3-nya yang menuntut pressing tinggi, tapi tanpa eksekusi sempurna, jadi rentan counter. Kekeliruan di sini adalah kurangnya adaptasi cepat terhadap tekanan lawan, membuat poin krusial lepas di kandang sendiri.
Kesimpulan
Hasil imbang 1-1 ini bukan akhir dunia bagi Amorim, tapi alarm keras bahwa kekeliruan taktisnya—dari seleksi berisiko hingga manajemen set-piece—bisa merusak ambisi tim di papan atas. United kini tertahan di peringkat kedelapan, sementara West Ham naik tipis dari zona degradasi. “Kami kehilangan dua poin yang seharusnya tiga,” ringkas Amorim, yang berjanji evaluasi mendalam besok. Meski frustrasi, ia tetap tenang di ruang ganti, fokus pada konsistensi. Bagi fans, ini pengingat bahwa perubahan besar butuh waktu, tapi Amorim harus cepat belajar agar “perut lunak” tim tak lagi dieksploitasi. Musim masih panjang; semoga kekeliruan ini jadi pelajaran, bukan pola berulang yang menghantui perburuan gelar.



Post Comment